Cara penangkapan dan penggerebekan terduga teroris oleh Densus 88 disoroti oleh Komnas HAM. Lembaga pelindung hak asasi manusia itu menilai, Densus 88 sering kali melanggar HAM saat beraksi memberantas terorisme.
“Atas nama perang melawan terorisme, tentunya tidak dapat dijadikan pembenar bagi Densus 88 untuk mengabaikan norma-norma HAM. Khususnya sebagai dalih pembenar untuk melakukan tindakan ekstra judicial killing,” ujar Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim.
Hal itu disampaikan Ifdhal dalam jumpa pers Catatan Akhir Tahun Komnas HAM di Hotel Sahid Jaya, Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (10/12/2010).
Data yang dimiliki Komnas HAM, setidaknya ada sejumlah terduga teroris yang tewas saat penggerebekan Densus 88. Tiga teroris yang ditembak mati di Aceh, lima di Serdang, tiga di Tangerang, tiga di Cawang, dan dua di Tanjungbalai, Karimun.
“Sejumlah terduga teroris yang tertembak dan akhirnya meninggal dalam beberapa kasus tidak bisa diidentifikasi peranannya atau salah sasaran yang jarang dijelaskan kepada publik,” kata Ifdhal.
Selain itu, ada juga korban salah tangkap oleh Densus 88. Komnas HAM banyak menerima laporan dari korban yang salah tangkap. Data Komnas HAM, 16 orang yang ditangkap di Jakarta dan Bekasi, 11 orang di antaranya dibebaskan. Sementara di Medan, dari 21 terduga teroris yang ditangkap, lima orang dibebaskan.
“Penangkapan yang diikuti penahanan tersebut, sering kali tidak diindahkan hak-hak orang yang ditangkap tersebut. Di antaranya hak untuk mendapatkan penasihat hukum. Pihak keluarga juga sering kali tidak diberi akses informasi yang memadai,” kata Ifdhal.
Terkait masalah ini, Ifdhal sudah sering mengajukan protes ke Mabes Polri. Namun sayangnya, jawaban yang diberikan selalu normatif dan tidak menyelesaikan persoalan.
“Kami minta agar Densus 88 tidak memberantas teror dengan teror,” katanya. (detik.com, 10/12/2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar